Siang itu, kantor Lazismu Gresik terlihat ramai karena kedatangan tamu. Keluarga donatur Lazismu, Raden Jamal,S.Fill., M.Fill berkunjung ke kantor Lazismu Jl. Jawa No. 30 GKB, Senin (13/01/2020).
Raden Jamal yang kini bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara di Kementrian Agama ini datang ke kantor Lazismu Gresik bersama istrinya, Matsubah Noor serta kedua anaknya, Haidar Yahya Jamal yang kini belajar di Pesantren Karangasem Paciran dan Aldea Aqila Hasna di MIM 1 Pantenan.
Donatur LAZISMU ini, pendidikan S1 dan S2nya kebetulan linier yaitu sama sama filsafat. S1 ia tuntas tahun 2003 di IAIN Sunan kalijaga yogyakarta dan S2nya tahun 2011 di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Ketika berbincang mengenai ketertarikannya terhadap filsafat, Jamal, sapaan akrabnya, menjawab, “Melalui filsafat kita bisa membantu dakwah Islam, kita bisa menangkis pemikiran orang-orang Barat, seperti oksidentalisme yg digagas oleh Hasan Hanafi ,” ujarnya yang merupakan lulusan Maskumambang ini.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa Dalam peradaban Islam sendiri betapa pentingnya berfikir secara filosofis. Sebagai contoh, dulu dalam Islam tidak dikenal pembedaan antara ilmu agama dan ilmu umum. Umat islam saat itu sangat giat mempelajari keduanya. Mereka meyakini bahwa keduanya adalah sama ilmu dari Allah yang harus dikembangkan. Mengembangkan keduanya, sama pahalanya. Dengan paradigma seperti ini, umat Islam saat itu sangat termotivasi untuk mengembangkan keduanya, tidak merasa mempelajari ilmu agama pahalanya lebih tinggi dari ilmu umum.
Nah, baru abad 12 masehi, muncullah pembedaan antara ilmu agama (bersifat akhirat) dan ilmu umum (bersifat dunia). Mempelajari ilmu agama wajib dan berpahala besar sementara mempelajari ilmu umum bersifat ibahah (boleh). Efek dualisme pemikiran ini sangat luar biasa. Apalagi diikuti dengan mencela para ilmuan yang menekuni dunia filsafat yang notabene berfikir rasional. Umat menjadi hanya fokus mempelajari ilmu agama dan kurang bergairah mempelajari ilmu umum yang bersifat rasional. Maka yang terjadi kemudian bisa diprediksi, umat tidak kenal lagi ilmu umum yang bersifat dunia dan hanya berkutat pada buku buku agama klasik. Umat jadi jumud dan tidak kenal berijtihad, pemakaian rasio dalam memahami agama.
Sejak saat itulah teknologi umat Islam menjadi terbelakang dan akhirnya selalu kalah dalam peperangan. Hancurlah peradaban Islam hingga sekarang. “Faktor inilah yang menjadi faktor dominan dalam kehancuran peradaban Islam hingga saat ini,” terangnya.
Dia menambahkan, dengan filsafat, diharapkan umat berfikir secara utuh dan tidak ada dualisme pemikiran. Keimanan dipakai rasional juga tidak ditinggalkan. Orang tidak hanya tawakal dan berdoa saja, tapi langkah langkah ilmiyah sebagai usaha untuk menggapai suatu cita cita juga tidak boleh dilupakan. Jika kita berfilsafat, hal itu tidak akan terpisah.
“Kita akan berfikir sistematis, raddict (mengakar), dan dengan filsafat kita akan dengan mudah memetakan permasalahan,” ujar Jamal yang juga merupakan ketua Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah Kabupaten Gresik.
Jamal-sapaan akrabnya, merupakan donatur Lazismu sejak tahun 2011.”Saya percaya karena Lazismu amanah, dan laporannya meyakinkan. Dipegang oleh orang-orang yang kredibel,” ungkapnya.
Saat ini, Jamal juga aktif di persyarikatan tingkat dusun, yaitu sebagai Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Lemah Ireng, Ketanen, Panceng. Dengan banyak jabatan yang diembannya, beruntung Jamal memiliki istri yang pengertian.
“Sebagai istri saya ikhlas, saya malah kasian, beliau sering kecapekan,” ujar Matsubah Noor yang kini juga menjabat sebagai sekretaris Pimpinan Ranting Nasyiatul ‘Aiyiyah Lemah Ireng Panceng.
“Kami sadar ini hanya kehidupan di dunia, fokus kita di akhirat. Kalau tidak beramal sekarang ya kapan lagi,” kata Noor-sapaan akrabnya. (liesna)
Edisi Majalah Matahati Maret 2020