Saat ini umat Islam sedang dihadapkan pada tuduhan sebagai teroris dan radikalis. Stigma negatif ini kembali dituduhkan kepada Islam oleh kalangan intelektual, politisi, dan akademisi Barat. Kasus WTC (World Trade Center) 9/11, dan pengeboman terjadi dimana-mana membuat citra umat Islam semakin buruk.
Umat Islam dinilai terbelakang, bodoh, fanatik, dan miskin. Negara-negara Islam juga tidak mampu bersaing dengan negara-negara maju seperti China, India, Brasil, dan juga negara-negara Barat lainnya. Secara ekonomi, industri, sumber daya manusia, dan dalam bidang kemajuan lainnya. Islam kini dianggap sebagai “virus” bagi kelangsungan peradaban umat manusia.
Hal ini yang seharusnya menjadi perhatian bagi kita umat Islam. Sebagai seorang muslim, kita mempunyai kewajiban untuk membersihkan nama baik Islam. Islam bukanlah agama yang mengajarkan kekerasan terhadap siapapun. Islam adalah wahyu yang mengajarkan perdamaian dan keadilan. Segala kekerasan atas nama Islam diakibatkan oleh berbagai macam faktor dan konteks.
Namun di sisi lain, umat Islam membenahi perosoalan yang terjadi di rumah tangganya sendiri. Banyak hal yang menjadi tugas bagi umat Islam sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Umat Islam harus bisa menjadi teladan bagi umat yang lain. Umat Islam harus menjadi saksi bagi umat-umat lain di dunia ini. Umat Islam harus menjadi umat yang maju dan modern. Mau tidak mau, umat Islam harus meraih kemajuan agar bisa sejajar dengan umat-umat lain di dunia sekarang ini.
Oleh karena itu, diperlukan reformasi pemikiran umat Islam. Umat Islam harus disadarkan bahwa mereka tidak lagi hidup di abad pertengahan. Perlu pembaharuan terhadap fikih dan produk-produk hukum yang tidak sesuai lagi dengan tantangan zaman. Ajaran Islam perlu diperbaharui lagi dengan tidak mengubah esensinya.
Hal ini pasti akan mengundang sebuah kontroversi. Kaum Islamophobia selalu menuduh umat Islam terbelakang dan termajinalkan. Mereka menuduh kita hidup dalam realistis abad pertengahan dimana seruan perang suci selalu dikumandangkan. Padahal Islam sendiri membutuhkan pemikiran cendekiawan muslim yang tercerahkan.
Islam sebagai wahyu membutuhkan ide-ide baru untuk berkembang di zaman pasca modernitas ini. Islam membutuhkan jutaan generasi muda yang siap berjuang demi Islam.
Dalam hal ini dakwah memegang peranan penting untuk menyampaikan pesan-pesan suci Islam kepada masyarakat luas. Islam adalah agama yang logis, tidak mistis, dan tidak terbelakang. Islam adalah agama wahyu yang mengedepankan pada kebebasan berpikir.
Membangun Islam berarti juga membangun sebuah perdaban. Peradaban yang dimaksud adalah peradaban masa depan bukan hanya masa yang telah lewat. Membangun sebuah peradaban merupaka hal penting karena Islam adalah sistem kehidupan yang lengkap. Saat ini di negara Barat, umat Islam harus menghadapi berbagai macam benturan dengan nilai-nilai Eropa yang sekular dan maupun pluralisme di tubuh masyarakat Barat itu sendiri.
Untuk menjelaskan Islam kepada masyarakat Barat yang sekular dan logis, umat Islam harus menampilkan dirinya sebagai umat yang beradab. Islam bukan agama barbar seperti dalam imajinasi ilmuwan dan masyarakat Barat. Islam agama yang membawa cinta kasih dan perdamaian. Namun itu semua menimbulkan dilema bagi umat Islam sendiri. Gerakan terorisme dan radikalisme mengakibatkan umat Islam bagaikan berdiri di antara dua kaki yang berbeda. Di satu sisi gerakan fundamentalisme terus menguat di negara-negara muslim, di sisi lain muslim moderat terus mengkampanyekan Islam yang damai dan plural.
Melawan kaum Islamophobia harus dilakukan dengan cerdas. Dakwah tidak cukup hanya bil lisan saja, tetapi juga dengan bil qalam dan bil hal. Di Barat kini Islam menjadi agama yang pertumbuhannya paling cepat. Ini sesuatu yang menggembirakan. Yang dibutuhkan umat Islam saat ini adalah membangun solidaritas atau ukhuwwah Islamiyyah. Perang opini mungkin akan terus berlanjut. Dan umat Islam harus mempersenjatai dirinya dengan ilmu pengetahuan modern. Dalam sejarah Islam, ilmu dan iman harus bergandengan tangan. Tidak ada pertentangan antara ilmu dan iman dalam sejarah Islam. Bahkan Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Wallahu a’lam bisshowab.
Peristiwa pembakaran Al-Qur’an oleh oknum tertentu yang terjadi di swedia dan Norwegia beberapa waktu lalu cukup membuat emosi umat Islam seluruh dunia. Muhammadiyah ormas besar di Indonesia juga ikut bersuara mengecam kejadian tersebut.
Menurut Abdul Mu’ti selaku sekretaris umum PP Muhammadiyah dalam pengajian umum yang diselenggarakan Jum’at (11/9) yang mengangkat tema terkait dengan Islam dan Islamophobia di Eropa mengungkapkan bahwa peristiwa yang terjadi di Swedia dan Norwegia memang mengagetkan. Melihat peristiwa ini, Abdul Mu’ti menjelaskan, setidaknya ada 3 perkembangan yang menarik untuk dijadikan perspektif dalam dinamika pemahaman keagamaan Islam di Barat. Pertama terkait dengan peritiwa 9/11, peristiwa yang membuat umat Islam menjadi sorotan dan tertuduh sebagai dalang dibaliknya. Hal ini tentunya akan menimbulkan relasi yang kurang baik anatar umat Islam dan Barat yang mana ialah non muslim.
Namun, menurut Abdul Mu’ti, dalam survei menyebutkan bahwa tingkat kesadaran akan beragam di Barat masih cukup tinggi, meskipun bukan pemeluk agam yang teguh dan taat. Tingkat kehadiran masyrakat ke gereja di negara Swedia dan Norwegia memang sangat rendah. Namun, Islam di Eropa sendiri mengalami perkembangan yang sangat signifikan.
Muslim di Eropa kebanyakan merupakan imigran sehingga bukan penduduk asli. Konflik Eropa anatara penduduk asl dan imigran ini juga mengarah pada perlawanan terhadap kaum muslim di Eropa. Jumlah kaum muslim yang kian banyak di Eropa membuat pemerintag negara-negara di Eropa perlu mempertimbangkan kebijakan dengan muslim, dan tentu saja warga Eropa sebagai penduduk asli merasa terintimidasi.
Pemahaman soal Islam yang salah juga sebenarnya menjadi alasan mengapa Islamophobia subur di Eropa. Masih banyak yang menganggap bahwa Islam itu Arab, Islam itu radikal, dan Islam itu Timur Tengah. Sehingga banyak yang menganggap Islam tidak sesuai dengan modernisme, tidak sesuai dengan demokrasi, dan tidak sesuai dengan HAM.
Menurut Arif Oegroseno, Duta Besar RI untuk Jerman, solusi yang bisa dilakukan oleh Muhammadiyah terkait dengan Islamophobia ini. “Sebenarnya Indonesia bisa melakukan kontribusi. Muhammadiyah bisa berperan aktif dalam konteks memberikan gambaran bahwa Islam tidak identik dengan Timur Tengah, Islam juga hidup di negara demokrasi, Islam juga hidup di negara yang banyak politisi wanita. Indonesia masih kurang dikenal sebagai negara yang seperti itu, sejauh ini hanya dikenal sebagai negara destinasi wisata.”
Sumber : Suaramuhammdiyah.id dan kompasiana.com