Pernahkah anak-anak melakukan hal yang menjengkelkan? Seperti ananda meninggalkan kamar mandi dalam keadaan tidak bersih setelah BAB (buang air besar)? Ia mengaku sudah membersihkan tapi kita masih melihat sisa tinja disana. Dan kita mulai ingat bahwa perilaku ini sudah terjadi lebih dari sekali dan sudah diajarkan caranya tetapi mengapa masih melakukan perilaku ini?
Dalam Islam sebagaimana yang dijelaskan oleh DR Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam bukunya Prophetic Parenting, sebelum menghukum maka ada syarat yang perlu diperhatikan.
Pertama, kesalahan dalam pemahaman, yaitu anak tidak memiliki pemahaman yang benar tentang sesuatu sehingga dia melakukan kesalahan pada sesuatu tersebut. Kita perlu cek apakah ananda sudah paham konsekuensinya ketika ia tidak membersihkan toilet dengan benar, dan telitilah penyebabnya mengapa ia tidak mau mengeluarkan usaha untuk membersihkan toilet sesuai dengan yang diajarkan.
Kedua, kesalahan dalam aplikasi, yaitu anak tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan jari jemarinya tidak terlatih untuk melakukan suatu pekerjaan sehingga dia melakukan kesalahan. Nah, bisa jadi air yang tersedia di ember terlalu dalam untuk dijangkau oleh tangannya, sehingga dia menyiram sekedar penggugur kewajiban saja, dan berharap ada orang lain yang menyelesaikan tanggung jawabnya. Ini yang perlu diperbaiki.
Ketiga, kesalahan terletak pada anak sendiri yang sengaja melakukan kesalahan atau si anak termasuk yang memiliki jiwa pemberontak. Dalam hal ini, maka hukuman bisa diberlakukan. Namun, untuk menghukum ini sendiri ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seperti metode atau alat yang digunakan untuk memukul.
Kembali lagi ke kasus ini, maka kita perlu mendiskusikan kembali, jika perlu pada ahlinya untuk menentukan hukuman pada anak. Saya sendiri lebih memilih aktivitas memperbaiki kesalahan dengan memperbaiki keadaan.
Kasus toilet ini, bisa dipilih hukuman dengan membersihkan kamar mandi secara keseluruhan tidak hanya satu bagian yang kotor saja. Tentu saja jika dipikir, hal ini lebih merepotkan daripada membersihkan kloset setelah BAB saja.
Well, lebih simple ya daripada ruwetnya kepala yang pusing memikirkan mengapa ini terjadi berulang dan malu akibat perilaku ini?
Wallahu’alam bishowab
Oleh : Rista Bintarawita Megasari, S.Psi., M.Psi., Psikolog., CHRMP
Edisi Majalah Matahati Januari 2021