Segala sesuatu yang di konsumsi manusia harus dengan keadaan yang halal lagi baik, itu karena untuk keberlangsungan hidup di masa depan. Yang lebih utama adalah umat muslim harus menjaga lifestyle nya. Dalam hal bergaul, berpakain, makanan, kosmetik dan obat-obatan hingga hiburan. Untuk saat ini banyak produk kosmetik dan obat-obat yang mengandung unsur minyak babi meskipun hanya sedikit. Memang untuk kosmetik minyak babi bagus untuk perawatan kulit, akan tetapi sebagus-bagusnya sesuatu yang ada kandungan babi itu tetpa haram hukumnya untuk dikonsumsi atau dipakai. Al-quran sudah menegaskan dalam QS Al Baqarah ayat 173 :
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Allah mengharamkan sesuatu pasti ada sebabnya. Babi itu memiliki banyak mudarat bagi manusia jika dikonsusmi. Salah satunya dalam tubuh babi mengandung cacing pita jika dikonsumsi akan membahayakan manusia. Segala sesuatu organ babi diharamkan oleh Allah Swt.
- Pelayanan Kesehatan
Sistem Jaminan Halal (SJH) dan sertifikasi halal untuk Instalasi Gizi merupakan salah satu elemen penilian dalam standar sertifikasi bagi Rumah Sakit (RS) Syariah. Hal ini bertujuan untuk menjadikan pasien aman dan nyaman ketika mengonsumsi makanan di RS. Di dalam sertifikasi halal tersebut harus menerapkan 11 kriteria SJH yang sesuai dengan kehalalan produk gizi tersebut. Karena dalam sertifikasi halal perusahaan hrs menerapkan 11 kriteria SJH yang menjamin kehalalan, kethayyiban produk dan kualitas keamanan produk yang berorientasi pada keamanan makanan untuk pasien.
Prinsip Rumah Sakit Syariah mengacu pada Maqashid al Syariah al Islamiyah menurut Imam Syatibi. Diantarnya yaitu, memelihara Agama (hifdz ad-diin), memelihara Jiwa (hifdz an-nafs), memelihara Keturunan (hifdz an-nasl), memelihara Akal (hifdz al-aql), dan memelihara Harta (hifdz al-mal).
Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI) dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) bekerjasama untuk melakukan sertifikasi terhadap Rumah Sakit. Sejauh ini Rumah Sakit syariah masih berada di Jawa, diantaranya RS PKU Muhammadiyah Wonosobo, RS Amal Sehat Wonogiri, RS PKU Muhammadiyah Jogjakarta, RS PDHI Jogjakarta, RS Haji Jakarta, RS Sari Asih Ciledug, RS Ar-Rahmah Tangerang, RS Islam Jakarta, RS Islam Malang, dan RS Muhammadiyah Lamongan.
Pelaksanaan Rumah sakit syariah harus berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI no 107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah. Rumah Sakit Syariah memiliki 3 indikator mutu wajib syariah yaitu; (1) Mendampingi pasien yang sakaratul maut dengan talqin, (2) Mengingatkan waktu sholat kepada pasien dan keluarga, dan (3) Pemasangan kateter sesuai gender.
- Kosmetik
Kosmetik halal adalah produk kosmetik yang telah mendapatkan sertifikasi dari lembaga resmi seperti LPPOM MUI. Untuk mendapatkan legitimasi halal, produk kosmetik halal harus memenuhi standar tertentu seperti dibuat dari bahan (bahan baku, bahan tambahan) yang halal, proses pembuatan (alat, mesin, tahapan produksi) yang tidak mengandung unsur haram (subhat).
Halal adalah standar mutu tertinggi. Dalam Islam, halalan thoyibban merupakan manifestasi dan konsep tertinggi dalam standar mutu. Sebagai muslim yang taat, tentunya aware (sadar) dan faham untuk menggunakan produk yang halal lagi baik. Maka dari itu penting bagi kita umat muslim untuk selalu memperhatikan kehalalan dari suatu produk. Ketentuan Hukum menurut MUI :
- Penggunaan kosmetika untuk kepentingan berhias hukumnya boleh dengan syarat:
- bahan yang digunakan adalah halal dan suci
- ditujukan untuk kepentingan yang dibolehkan secara syar’i; dan
- tidak membahayakan.
- Penggunaan kosmetika dalam (untuk dikonsumsi/masuk ke dalam tubuh) yang menggunakan bahan yang najis hukumnya haram.
- Penggunaan kosmetika luar (tidak masuk ke dalam tubuh) yang menggunakan bahan yang najis atau haram selain babi dibolehkan dengan syarat dilakukan penyucian setelah pemakaian (tathhir syar’i).
- Penggunaan kosmetika yang semata-mata berfungsi tahsiniyyat (keperluan yang dibutuhkan manusia agar kehidupan mereka berada dalam kemudahan, kenyamanan, kelapangan), tidak ada rukhshah (keringanan) untuk memanfaatkan kosmetika yang haram.
- Penggunaan kosmetika yang berfungsi sebagai obat memiliki ketentuan hukum sebagai obat, yang mengacu pada fatwa terkait penggunaan obat-obatan.
- Produk kosmetika yang mengandung bahan yang dibuat dengan menggunakan mikroba hasil rekayasa genetika yang melibatkan gen babi atau gen manusia hukumnya haram.
- Produk kosmetika yang menggunakan bahan (bahan baku, bahan aktif, dan/atau bahan tambahan) dari turunan hewan halal (berupa lemak atau lainnya) yang tidak diketahui cara penyembelihannya hukumnya makruh tahrim, sehingga harus dihindari.
- Produk kosmetika yang menggunakan bahan dari produk mikrobial yang tidak diketahui media pertumbuhan mikrobanya apakah dari babi, harus dihindari sampai ada kejelasan tentang kehalalan dan kesucian bahannya.
- Adapun unsur haram yang tidak boleh ada di dalam kosmetik, yaitu:
- Unsur dari babi dan anjing, hewan buas, dan tubuh manusia
- Darah, bangkai
- Hewan halal yang penyembelihannya tidak sesuai dengan syariat Islam
- Khamar (alkohol)
- Unsur syubhat (meragukan) yang harus diwaspadai
- Plasenta, gliserin, kolagen, lactic Acid, hormon Vitamin
- Aneka pewarna, pewangi dan lain-lain
- Obat-obatan
Menurut Ketua MUI Dr. KH. Ma’ruf Amin, dalam Islam hukum mengonsumsi obat dan vaksin sebenarnya sama dengan hukum mengonsumsi produk pangan, yakni harus yang halal. Hal tersebut antara lain didasarkan pada hadits Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Darda yang berbunyi:
“Allah telah menurunkan penyakit dan obat serta menjadikan obat bagi setiap penyakit. Maka berobatlah, dan janganlah berobat dengan benda yang haram.”
Hingga kini sekitar 90 % lebih bahan baku obat yang beredar di Indonesia merupakan produk impor dari negara-negara yang sebagian besar belum mempertimbangkan aspek halal. Padahal, secara ilmu dan teknologi terbuka kemungkinan memproduksi obat dengan cara halal.
Dengan kondisi bahan baku yang sebagian besar masih impor dan belum memperhatikan aspek halal hampir semua jenis obat di Indonesia memiliki kemungkinan tidak halal. Hingga saat ini dari sekitar 27 ribu item obat, jamu, dan suplemen yang diproduksi oleh sekitar 206 perusahaan di Indonesia, yang telah bersertifikat halal jumlahnya masih sangat sedikit. Rinciannya, di kelompok obat-obatan, perusahaan yang telah bersertifikat halal hanya ada 5 (lima) perusahaan dengan item produk sebanyak 22 produk
Berikut nama-nama obat yang mengantongi sertifikasi halal
- Obat-obat yang telah mendapat sertifikat halal adalahubricum, Vercum, Menveo Meningococal Group A,C, W135 Y Conjugate Vaccine, Fresh Care, Fresh Care Green Tea, Fresh Care Lavender, Fresh Care Fruity, Fresh Care Strong, Fresh Care Sandalwood.
- Kemudian Fresh Care Minyak Angin Aromatherapy Sport, Fresh Care Minyak Angin Aromatherapy, Aquamarine, Fresh Care Rose, Fresh Care Teen Buble Gum, Fresh Care Happy Cherry, Fresh Vare Teens Passion Fruit, Menvacacyw 135 Vaccine, Holistic Bio Medicare, Obat Tradisional Kunyit Putih, Obat gosok dcloves, IOT Bokashi PT Karya Pak Oles, dan Obat Herba Nusantara.
Sebagai umat muslim harus pandai memilah barang yang halal dikonsumsi atau tidak. Sebelum mengkonsumsi suatau barang bisa dilihat dari kemasannya apakah produk sudah tersertifikasi halal atau belum. Sebaiknya memilih barang yang sudah ada jaminan halalnya. Karena sudah terjamin halal. Sebuah produk yang sudah memiliki sertifikasi halal, dalam perusahaan yang megelola pasti memiliki supervisor untuk mengawasi kinerja produksi barang tersebut tujuannya untuk memastikan barang yang diproduksi tetpak baik, bersih, dan halal.
Dampak dari mengkonsumsi produk halal bisa dari bentuk apa saja. Dari segi kesehatan, segi lancarnya dalam mencari rezeki, lancer dalam menuntut ilmu, hati yang bersih dan tenang, serta menjadi umat muslim yang taan akan aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah Swt.
editor: difa